Saturday, February 28, 2015

Bilakah


Bilakah alam bersinar senang

Diterangi Surja Kemerdekaan?

Bilakah rakjat bernafas tenang

Mengisap udara Kemerdekaan?


Bilakah terbit bintang ,,Merdeka”

Menjinari alam Indonesia?

Bilakah hilang malam tjelaka

Kehidupan senang bersuka ria?


Disitulah baru senang dihati

Indonesia telah merdeka

Merah-Putih telah berkibar


Disanalah baru aku berhenti

Dari bermenung berhati duka

Hari panas, tiada sabar



Oleh : 

Asmara Hadi

Friday, February 27, 2015

Zaman Kami


Zaman kami zaman membakar

Zaman jang penuh perdjuangan

Dan kami generasi kini

Berdjuang dalamnja bagai pahlawan


Pada wadjah kami bersinar

Indah tjemerlang tjahja kemenangan

Djantung kami berdegup gumbira

Seperti akan melihat tunangan


Kami berdjuang menjerahkan djiwa

Pada zaman jang perlukan kami

Dalam kekalahan zaman sekarang

Kamilah rasul kemenangan nanti


Seperti dari puntjak gunung jang tinggi

Kita lebih dahulu dapat melihat,

Tjahaja fadjar kemerah-merahan

Tanda matahari akan terbit

Sedang djauh didalam lembah

Semuanja masih gelap-gulita

Demikianlah djiwaku lebih dahulu

Dari puntjak gunung puisi

Dapat melihat sinar memerah

Sinar fadjar kemenangan kita

Sedang dalam kehidupan sehari-hari

Semuanja masih gelap-gulita



Oleh :

Asmara Hadi

Thursday, February 26, 2015

Selamat Tinggal, Periangan


Taman sari, tanah Periangan,

Sekarang ini berpisah kita,

Kereta api hampir berjalan,

Selamat tinggal alam jelita,

Negeri lain datang meminta,

Engkau kan hanya tinggal kenangan,

Tempat, di mana mendapat cinta

Akan selalu terangan-angan.

Peluit berbunyi, tinggallah engkau,

Bukit dan gunung hijau berkilau,

Alam rupawan menawan hati

Tinggallah kota, tinggallah dusun,

Tinggallah sawah turun bersusun,

Kamu kucinta sampaikan mati.



Oleh :

Asmara Hadi

Wednesday, February 25, 2015

Nasib Tanah Airku


Panas yang terik datang membakar,

Lemahlah kembang hampirkan mati,

Tunduk tergantung bersedih hati,

Mohon air kepada akar.

mendapat air amatlah sukar,

Belumlah turun hujan dinanti,

Musim kemarau belum berhenti,

Angin bertiup belum bertukar.

Seperti kembang hampirkan layu,

Lemah tampaknya, rawan dan sayu,

Demikianlah 'kau Indonesia,

Nasibmu malang amat celaka,

Hidup dirundung malapetaka,

Tidak mengenal rasa bahagia.


Mentari datang menghalaukan malam,

Menyinarkan senyum penuh cahaya,

Dunialah bangun memberi salam,

Nyanyian yang merdu menyambut surya.

Lihatlah teratai di dalam kolam,

Tersenyum membuka kuntumnya, dia,

menghamburkan harum ke dalam alam,

Pemuja pagi gemilang mulis.

Memandang pagi menyedapkan mata,

Keraguan hati hilang semata,

Memikirkan nasib Tanah Airku.

Seperti mentari di kala pagi,

Kemerdekaan tentu datang lagi,

Menerangi Tanah tempat lahirku.



Oleh :

Asmara Hadi

Sunday, February 22, 2015

Doa


Dengan apakah kubandingkan pertemuan kita, kekasihku?

Dengan senja samar sepoi, pada masa purnama meningkat naik, setelah menghalaukan panas payah

terik.

Angin malam mengembus lemah, menyejuk badan, melambung rasa menayang pikir, membawa

angan ke bawah kursimu.

Hatiku terang menerima katamu, bagai bintang memasang lilinnya.

Kalbuku terbuka menunggu kasihmu, bagai sedap malam menyiarkan kelopak.

Aduh, kekasihku, isi hatiku dengan katamu, penuhi dadaku dengan cahayamu, biar bersinar mataku

sendu, biar berbinar

gelakku rayu!



Oleh :

Amir Hamzah

Saturday, February 21, 2015

Nyanyian Mesir Purba


Kurnia kami, hari berbuahkan rahman,

Berbungakan suka.

Penghulu segala dewa!

Marahlah tuan dan lihat.

Urap dan menyan kami persembahkan

Kusuma dan bakung pedandan leher

Dinda tuan intan rupawan,

Yang siuman dalam hatimu

Yang merangkai pada sisimu.

Marilah diri! Gambang dan dendang

Merdu mengalun, Hari Duka

Telah lenyap, sukacita bertabur ria,

Sampai tuan tiba ke benua, yang diam semata-mata

Lepaslah tuan dari kami selama-lamanya.



Oleh :

Amir Hamzah

Thursday, February 19, 2015

Nyanyian Syiking


‘Wah!’, kesahnya, ‘kau dengar ayam jantan, ia memanggil?’

‘Tidak’, jawabnya,

‘Tidak, malam kelam dan tinggi,

Bukan itu kokok ayam, kekasihku’

‘Pintaku, bangkit, singkapkan tabir

Di tepi, dan tanya olehmu kan langit, sahabatku’

Lompat ia: ‘Celaka kita! Bintang pagi.

Pucat meningkat dari kaki langit’

‘Merah fajar’ – bisiknya takut, ‘Sekarang mesti engkau pergi!’

‘Bagaimana aku menanggungnya?’

‘Hai, Sebelumnya engkau pergi, balaskan setan itu,

Kejam ia menceraikan kita!’

‘Ambil busurmu, tujukan panah ini

Ayam jantan hatinya tepati!’



Oleh :

Amir Hamzah

Wednesday, February 18, 2015

Nyanyian Jallaludin El Rumi


Jangan disalahkan dunia karena belenggumu,

Sebab banyakan mawar dari duri.

Jangan disebutkan dunia ini penjara,

Karena inginmu itulah yang membangunkan duka.

Jangan pula tanyakan penghabisan rahasia,

Satu dalam dua, atau baik, tau jahat!

Usaha pula katakan kasih meninggalkan tuan,

Jangan ia dicari di pekan dan jalan!

Ta’ guna takutkan siksa mati,

Sebab takut itulah mendatangkan sengsara,

Janganlah buru kijang cita indria,

Kalau terburu singa sesalan.

Jangan hatiku, mengekang diri,

Jadi ta’ usah malaikat menolong engkau.



Oleh :

Amir Hamzah

Tuesday, February 17, 2015

Nyanyian Farid

Farid, jika manusia memukul senda

Jangan memukul pula

Cium kakinya

Lalu …

Dan lupa …

Keduanya …

Yang menjadikan terkandung

Dalam segala yang dijadikan

Dan yang dijadikan

Tersimpul dalam yang menjadikan

Bagaimana engkau berani

Ya Farid,

Menyumpah sesuatu yang buruk?

Tiada ada melainkan Ia.



Oleh:

Amir Hamzah

Monday, February 16, 2015

Nyanyian Kabir II


Ceritakan, undanku, kabaranmu kawi

Dari mana datangmu? Kemana terbangmu?

Di mana engkau berhenti melipat sayapmu?

Pada siapa engkau nyanyikan laguan malammu?

Kalau nanti pagi-pagi engkau terjaga, undanku

Terbang, melayang tinggi dan ikut jalanku.

Ikutkan daku ke negeri sana, mana susah dan was-was

Tiada mungkin bernafas, dan maut,

Malaikat hitam, tiada lagi memberi negeri

Musim cuaca lagi membunga di pucuk kayu

Harum panas ditebar angin sepoi:

Aku di dalamnya, ia di dalamku.

Kumbang hatiku menyelam dalam bunga

Dan tiada berhasrat lagi



Oleh :

Amir Hamzah

Sunday, February 15, 2015

Nyanyian Kabir l


Hatiku, hatiku, Sukma segala sukma

Hatiku, hatiku, Guru segala guru

Telah hampir

Bangkit, bangkit hatiku dan kucup

KakiNya

Kaki Guru maha-raya,

Supaya detikan cintamu

Memenuhi seluruh Kaki Gurumu

Tuan tidur, dari abad ke abad

Jagalah, hatiku, jaga

Pada subuh sentosa,

Jika embun menyejuk rumput.

Hendakkah tuan selalu bisu selaku batu,

Hatiku, aduh hatiku?



Oleh :

Amir Hamzah

Friday, February 13, 2015

Nyanyian Mira - Bai


Pada kala aku mengambil air dari sungai Yamuna,

Dipandang Krishna senda

Dengan mataNya yang raya

Tertawa bertanya

Kendiku telungkup aku pun lalu

Penuh heran dan ragu

Semenjak itu semayam Ia dalam kalbuku

Krishna berambut ikal.

Hentikan segala mantera, jauhkan penawar semua

Lepaskan aku dari akar dan jamu!

Bawakan daku Krishna berambut hitam

Bawakan daku Krishna bermata cuaca!

Alisnya, busurnya – Pandangnya, panahnya

Dibidiknya – lepaskan – tepat!



Oleh :

Amir Hamzah

Thursday, February 12, 2015

Mengawan


Rengang aku daripadaku, mengikut kawalku mengawan naik.

Mewajah kebawah, terlentang aku, lemah lunak,

Kotor terhampar, paduan benda empat perkara.

Datang pikiran membentang kenang,

Membunga cahaya cuaca lampau,

Menjadi terang mengilau kaca.

Lewat lambat aku dan dia, ria tertawa, bersedih suka,

Berkasih pedih, bagai merpati bersambut mulut.

Tersenyum sukma, kasihan serta.

Benda mencintai benda …

Naik aku mengawan rahman, mengikut kawalku membawa warta.

Kuat, sayapku kuat, bawakan aku, biar sampai membidai-belai

Celah tersentuh, di kursi kesturi.



Oleh :

Amir Hamzah

Wednesday, February 11, 2015

Memuji Dikau


Kalau aku memuji Dikau,

Dengan mulut tertutup, mata tertutup,

Sujudlah segalaku, diam terbelam,

Di dalam kalam asmara raya.

Turun kekasihmu,

Mendapatkan daku duduk bersepi, sunyi sendiri.

Dikucupnya bibirku, dipautnya bahuku,

Digantunginya leherku, hasratkan suara sayang semata.

Selagi hati bernyanyi, sepanjang sujud semua segala,

Bertindih ia pada pahaku, meminum ia akan suaraku …

Dan, iapun melayang pulang,

Semata cahaya,

Lidah api dilingkung kaca,

Menuju restu, sempana sentosa.



Oleh :

Amir Hamzah

Monday, February 9, 2015

Panji Di Hadapanku


Kau kibarkan panji di hadapanku.

Hijau jernih di ampu tongkat mutu-mutiara.

Di kananku berjalan, mengiring perlahan,

Ridlamu rata, dua sebaya,

Putih-putih, penuh melimpah, kasih persih.

Gelap-gelap kami berempat, menunggu-nunggu,

Mendengar-dengar, suara sayang, panggilan-panjang,

Jatuh terjatuh, melayang-layang,

Gelap-gelap kami berempat, meminta-minta,

Memohon-mohon, moga terbuka selimut kabut,

Pembungkus halus, nokta utama,

Jika nokta terbuka-raya, jika kabut tersingkap semua

Cahaya ridla mengilau kedalam

Nur rindu memancar keluar.



Oleh :

Amir Hamzah

Thursday, February 5, 2015

Kurnia


Kau kurniai aku,

Kelereng kaca cerah cuaca,

Hikmat raya tersembunyi dalamnya,

Jua bahaya dikandung kurnia, jampi kau beri,

Menundukkan kepala naga angkara.

Kelereng kaca kilauan kasih,

Menunjukkan daku tulisan tanganMu

Memaksa sukmaku bersorak raya

Melapangkan dadaku, senantiasa sentosa

Sebab kelereng guli riwarni,

Kuketahui langit tinggi berdiri,

Tanah rendah membukit datar.

Kutilik diriku, dua sifat mesra satu:

Melangit tinggi, membumi keji.



Oleh :

Amir Hamzah

Wednesday, February 4, 2015

Buah Rindu 4

Kalau kekanda duduk menyembah

duli dewata mulia raya

kanda pohonkan untung yang indah

kepada tuan wahai adinda.


Kanda puja dewa asmara

merestui remaja adik kekanda

hendaklah ia sepanjang masa

mengasihi tuan intan kemala


Anak busurnya kanda gantungi

dengan seroja suntingan hauri

badannya dewa kanda lengkapi

dengan busur sedia di jari.


Setelah itu kandapun puja

dewata mulia di puncak angkasa

memohonkan rahman beribu ganda

ia tumpahkan kepada adinda.


Tinggallah tuan tinggallah nyawa

sepanjang hari segenap masa

pikiran kanda hanyalah kemala

dilindungi Tuhan Maha Kuasa.


Baik-baik adindaku tinggal

aduhai kekasih emas tempawan

kasih kanda demi Allah kekal

kepada tuan emas rayuan.....


Kalau mega berarak lalu

bayu berhembus sepoi basah

ingatlah tuan kanda merayu

mengenangkan nasib salah tarah.


Kalau hujang turun rintik

laksana air mata jatuh mengalir

itulah kanda teringatkan adik

duduk termenung berhati khuatir.



Oleh :

Amir Hamzah

Tuesday, February 3, 2015

Buah Rindu 3

Puspa cempaka konon kirimkan

pada arus lari ke laut

akan duta kanda jadikan

pada adinda kasih terpaut.


Teja bunga seroja dalam taman

kemala hijau di atas mahkota

orang berikan pada kekanda

tiada kuambil kerana tuan.


Adakah gemerlapan bagi kemala

adakah harum lagi seroja

pada beta tumpuan duka

sebab tuan lalu mengembara.


Tuan lalu tiada berkata

haram sepatah sepantun duli

kanda tinggal sepenuh wangsangka

pilu belas di dalam hati.


Hatiku rindu bukan kepalang

dendam beralik berulang-ulang

air mata bercucur selang-menyelang

mengenangkan adik kekasih abang.


Diriku lemah anggotaku layu

rasakan cinta bertalu-talu

kalau begini datangnya selalu

tentunya kekanda berpulang dahulu.


Tinggalah tuan, tinggalah nyawa

tinggal juita tajuk mahkota

kanda lalu menghadap "dewata"

bertelut di bawah cerpu Maulana.


Kanda pohonkan tuan selamat

ke bawah kaus dewata rahmat

moga-moga tuan hendaklah mendapat

kesukaan hidup ganda berlipat.



Oleh :

Amir Hamzah

Monday, February 2, 2015

Buah Rindu 2

Datanglah engkau wahai maut

Lepaskan aku dan nestapa

Engkau lagi tempatku berpaut

Di waktu ini gelap gulita.


Kicau murai tiada merdu

Pada beta bujang Melayu

Himbau pungguk tiada merindu

Dalam telingaku seperti dahulu.


Tuan aduhai mega berarak

Yang melipud dewangga raya

Berhentilah tuan di atas teratak

Anak Langkat musyafir lata.


Sesa'at sekejap mata beta berpesan

Padamu tuan aduhai awan

Arah manatah tuan berjalan

Di negeri manatah tuan bertahan?


Sampaikan rinduku pada adinda

Bisikkan rayuanku pada juita

Liputi lututnya muda kencana

Serupa beta memeluk dia.


Ibu, konon jauh tanah Selindung

Tempat gadis duduk berjuntai

Bonda hajat hati memeluk gunung

apatah daya tangan ta' sampai.


Elang, Rajawali burung angkasa

Turunlah tuan barang sementara

Beta bertanya sepatah kata

Adakah tuan melihat adinda?


Mega telahku sapa

Margasatwa telahku tanya

Maut telahku puja

Tetapi adinda manatah dia !



Oleh :

Amir Hamzah