Saturday, December 12, 2015

Mata Air

 

 

Di musim kemarau semua sumber air di desa itu mengering.

Perempuan-perempuan legam berbondong-bondong menggendong gentong

menuju sebuah sendang di bawah pohon beringin di celah bebukitan.

Tawa mereka yang renyah menggema nyaring di dinding-dinding tebing,

pecah di padang-padang gersang.

 

Setelah berjalan lima kilometer jauhnya, mereka pun sampai di mata air

yang tak pernah mati itu. Mereka ramai-ramai menuai air membuncah-buncah,

menuai air mata yang mereka tanam di ladang-ladang karang.

 

Bulan sering turun ke sendang itu, menemani gadis kecil

yang suka mandi sendirian di situ. Langit sangat bahagia

tapi belum ingin meneteskan air mata. Nanti, jika musim hujan tiba,

langit akan memandikan gadis kecil itu dengan air matanya.

 

 

Oleh :

Joko Pinurbo

No comments:

Post a Comment