Thursday, July 31, 2014
Wednesday, July 30, 2014
Aku Berikan
Aku berikan seutas rambut padamu untuk kenangan
tapi kau ingin merampas seluruh rambutku dari kepala
Ini musim panas atau bahkan tengah musim panas
langkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang berat
Mengapa jejak selalu nyaring menjelang sampai
daun-daun kering risik di pohon ingin berdentuman
ke air selokan yang deras
langkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang berat
Aku berikan sepotong jariku padamu untuk kaubakar
tapi kau ingin merampas seluruh tanganku dari lengan
Ini musim atau akhir musim panas aku tak tahu
Burung-burung kejang di udara terik seakan penatku padamu
Maka kujadikan hari esokku rumah
Tapi tak sampai rasanya hari iniku untuk berjumpa
Oleh :
ABdul Hadi Wiji Muthari
Tuesday, July 29, 2014
Maut Dan Waktu
Kata maut: Sesungguhnya akulah yang memperdayamu pergi mengembara sampai tak ingat rumah
menyusuri gurun-gurun dan lembah ke luarmasuk ruang-ruang kosong jagad raya mencari suara
merdu Nabi Daud yang kusembunyikan sejak berabad-abad lamanya
Tidak, jawab waktu, akulah yang justru memperdayamu sejak hari pertama Qabi kusuruh
membujukmu
memberi umpan lezat yang tak pernah menge-nyangkan hingga kau pun tergiur ingin lagi dan
ingin lagi sampai gelisah dari zaman ke zaman mencari-cari nyawa Habil yang kau kira fana
mengembara ke pelosok-pelosok dunia bagaikan Don Kisot yang malang
Oleh :
Abdul Hadi Wiji Muthari
Monday, July 28, 2014
Dalam Gelap
Dalam gelap bayang-bayang bertemu dengan jasadnya yang telah menunggu
di sebuah tempat
Mereka berbincang-bincang untuk mengalahkan tertang dan sepakat
mengha-dapi terang yang kurang baik perangainya
Karena itu dalam terang bayang-bayang selalu berobah-robah menggeser-geserkan dirinya dan ruang
untuk menipu terang
Dan jasad selalu siap melindungi bayang-bayangnya dari terang sambil menciptakan gelap dengan
bayang-bayangnya dari sinar terang
Oleh :
Abdul Hadi Wiji Muthari
Sunday, July 27, 2014
Bayang - Bayang
Mungkin kau tak harus kabur, sela
bayang-bayangmu
yang menjauh dan menghindar
dari terang lampu
Ia selalu menjauh dan menghindar
dari terang lampu
Ia selalu mondar mandir
mencari-cari bentuk dan namanya
yang tak pernah ada
Oleh :
Abdul Hadi Wiji Muthari
Saturday, July 26, 2014
Dini Hari Musim Semi
Aku ingin bangun dini hari, melihat fajar putih
memecahkan kulit-kulit kerang yang tertutup –
Menjelang tidur kupahat sinar bulan yang letih itu
yang menyelinap dalam semak-semak salju terakhir
ninabobo yang menentramkan, kupahatkan padanya
sebelum matahari memasang kaca berkilauan
Tapi antara gelap dan terang, ada dan tiada
Waktu selalu melimpahi langit sepi dengan kabut dulu
lalu angin perlahan-lahan dan ribut memancarkan pagi
-- burung-burung hai ini, sedang musim dingin yang hanyut
masih abadi seperti hari kemarin yang mengiba
harus memakan beratus-ratus masa lampauku
Oleh :
Abdul Hadi Wiji Muthari
Friday, July 25, 2014
Rama - Rama
rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
meraba cahaya
terbanglah jangan ke bunga, tapi ke laut
menjelmalah kembang di karang
rama-rama, aku ingin rasamu yang hangat
di rambutmu jari-jari matahari yang dingin
kadang mengembuni mata, kadang pikiran
melimpahinya dengan salju dan hutan yang lebat
Oleh :
Abdul Hadi Wiji Muthari
Thursday, July 24, 2014
Winter, IOWA 1974
langit sisik yang serbuk, matahari yang rabun
menarilah dari rambutnya yang putih beribu kupu-kupu
menarilah dan angin yang bising di hutan dan gurun-gurun
menarilah, riak sungai susut malam-malam ke dasar lubukku
Oleh :
Abdul Hadi Wiji Muthari
Wednesday, July 23, 2014
Larut Malam, Hamburg Musim Panas
Laut tidur. Langit basah
Seakan dalam kolam awan berenang
Pada siapakah menyanyi gerimis malam ini
Dan angin masih saja berembus, walau sendiri
Dan kita hampir jauh berjalan:
Kita tak tahu ke mana pulang malam ini
Atau barangkali hanya dua pasang sepatu kita
Bergegas dalam kabut, topiku mengeluh
Lalu jatuh
Atau kata-kata yang tak pernah
sebebas tubuh
Ketika terbujur cakrawala itu kembali
dan kita serasa sampai, kita lupa
Gerimis terhenti antara sauh-sauh yang gemuruh
Di kamar kita berpelukan bagai dua rumah yang mau rubuh
Oleh :
Abdul Hadi Wiji Muthari
Tuesday, July 22, 2014
La Condition Humaine
Di dalam hutan nenek moyangku
Aku hanya sebatang pohon mangga
-- tidak berbuah tidak berdaun –
Ayahku berkata, “Tanah tempat kau tumbuh
Memang tak subur, nak!” sambil makan
buah-buahan dari pohon kakekku dengan lahapnya
Dan kadang malam-malam
tanpa sepengetahuan istriku
aku pun mencuri dan makan buah-buahan
dari pohon anakku yang belum masak
Oleh :
Abdul Hadi Wiji Muthari
Amsal Seekor Kucing
Selalu tak dapat kulihat kau dengan jelas
Padahal aku tidak rabun dan kau tidak pula bercadar
Hanya setiap hal memang harus diwajarkan bagai semula:
Selera makan, gerak tangan, gaya percakapan, bayang-bayang kursi
Bahkan langkah-langkah kehidupan menuju mati
Biarlah kata-kataku ini dan apa yang dipercakapkan
bertemu bagai dua mulut yang lagi berciuman
Dan seperti seekor kucing yang mengintai mangsanya di dahan pohon
Menginginkan burung intaiannya bukan melulu kiasan
Oleh :
Abdul Hadi Wiji Muthari
Monday, July 21, 2014
Lagu Dalam Hujan
Merdunya dan merdunya
Suara hujan
Gempita pohon-pohonan
Menerima serakan
Sayap-sayap burung
Merdunya dan merdunya
Seakan busukan akar pohonan
Menggema dan segar kembali
Seakan busukan daungladiola
Menyanyi dalam langsai-langsai pelangi biru
Memintas-mintas cuaca
Merdunya dan merdunya
Nasib yang bergerak
Jiwa yang bertempur
Gempita bumi
Menerima hembusan
Sayap-sayap kata
Ya, seakan merdunya suara hujan
Yang telah menjadi kebiasaan alam
Bergerak atau bergolak dan bangkit
Berubah dan berpindah dalam pendaran warna-warni
Melintas dan melewat dalam dingin dan panas
Merdunya dan merdunya
Merdu yang tiada bosan-bosannya
Melulung dan tiada kembali
Seakan-akan memijar api
Oleh :
Abdul Hadi Wiji Muthari
Saturday, July 19, 2014
Cinta Ibu
Seorang ibu mendekap anaknya yang
durhaka saat sekarat
airmatanya menetes-netes di wajah yang
gelap dan pucat
anaknya yang sejak di rahim diharap-
harapkan menjadi cahaya
setidaknya dalam dirinya
dan berkata anakku jangan risaukan dosa-
dosamu kepadaku
sebutlah namaNya, sebutlah namaNya.
Dari mulut si anak yang gelepotan lumpur
dan darah
terdengar desis mirip upaya sia-sia
sebelum semuanya terpaku
kaku.
Oleh :
A Mustofa Bisri
Friday, July 18, 2014
Nazar Ibu Di Karbala
pantulan mentari
senja dari kubah keemasan
mesjid dan makam sang cucu nabi
makin melembut
pada genangan
airmata ibu tua
bergulir-gulir
berkilat-kilat
seolah dijaga pelupuk
agar tak jatuh
indah warnanya
menghibur bocah berkaki satu
dalam gendongannya
tapi jatuh juga akhirnya
manik-manik bening berkilauan
menitik pecah
pada pipi manis kemerahan
puteranya
“ibu menangis ya, kenapa?”
meski kehilangan satu kaki
bukankah ananda selamat kini
seperti yang ibu pinta?”
“airmata bahagia, anakku
kerna permohonan kita dikabulkan
kita ziarah kemari hari ini
memenuhi nazar ibumu.”
cahaya lembut masih memantul-mantul
dari kedua matanya
ketika sang ibu tiba-tiba brenti
berdiri tegak di pintu makam
menggumamkan salam:
“assalamu ‘alaika ya sibtha rasulillah
salam bagimu, wahai cucu rasul
salam bagimu, wahai permata zahra.”
lalu dengan permatanya sendiri
dalam gendongannya
hati-hati maju selangkah-selangkah
menyibak para peziarah
yang begitu meriah
disentuhnya dinding makam seperti tak sengaja
dan pelan-pelan dihadapkannya wajahnya ke kiblat
membisik munajat:
“terimakasih, tuhanku
dalam galau perang yang tak menentu
engkau hanya mengujiku
sebatas ketahananku
engkau hanya mengambil suami
gubuk kami
dan sebelah kaki
anakku
tak seberapa
dibanding cobamu
terhadap cucu rasulmu ini
engkau masih menjaga
kejernihan pikiran
dan kebeningan hati
tuhan,
kalau aku boleh meminta ganti
gantilah suami, gubuk, dan kaki anakku
dengan kepasrahan yang utuh
dan semangat yang penuh
untuk terus melangkah
pada jalan lurusmu
dan sadarkanlah manusia
agar tak terus menumpahkan darah
mereka sendiri sia-sia
tuhan,
inilah nazarku
terimalah.”
Oleh :
A Mustofa Bisri
Thursday, July 17, 2014
Ibu
Kaulah gua teduh
tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama
Kaulah kawah
dari mana aku meluncur dengan perkasa
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku
telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam
Kaulah, ibu, laut dan langit
yang menjaga lurus horisonku
Kaulah, ibu, mentari dan rembulan
yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu
(Tuhan,
aku bersaksi
ibuku telah melaksanakan amantMu
menyampaikan kasihsayangMu
maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi
kekasih-kekasihMu
Amin).
Oleh :
A Mustofa Bisri
Wednesday, July 16, 2014
Di Pelataran Agung Mu Nan Lapang
Di pelataran
agungMu
nan lapang
kawanan burung merpati
sesekali
sempat memunguti butir-butir
bebijian
yang Engkau tebarkan
lalu terbang
lagi
menggores-gores
biru langit
melukis
puja-puji
yang hening
Di pelataran
agungMu
nan lapang
aku setitik noda
seta**
burung merpati menempel pada pekat
gumpalan
yang menyeret warna bias kelabu
berputaran
mengatur
melaju luluh
dalam gemuruh
talbiah,
takbir dan tahmit
Dikejar dosa-dosa
dalam
kerumuman dosa
ada sebaris
doa
siap
kuucapkan
lepas
terhanyut air mata
tersangkut
di kiswah nan hitam
Di pelataran
agungMu
nan lapang
aku
titik-titik ta** merpati
menggumpal
dalam titik noda berputaran,
mengabur,
melaju, luluh
dalam gemuruh
talbiah,
takbir dan
tahmit
mengejar
ampunan dalam lautan
ampunan
terpelanting
dalam qouf dan roja.
Oleh :
A Mustofa Bisri
Tuesday, July 15, 2014
Kaum Beragama Negri Ini
Tuhan,
lihatlah
betapa baik
kaum
beragama
negeri ini
mereka tak
mau kalah dengan kaum
beragama
lain
di
negeri-negeri lain.
Demi
mendapatkan ridhomu
mereka rela
mengorbankan
saudara-saudara
mereka
untuk
merebut tempat
terdekat
disisiMu
mereka
bahkan tega menyodok
dan menikam
hamba-hambaMu sendiri
demi
memperoleh RahmatmMu
mereka
memaafkan kesalahan dan
mendiamkan
kemungkaran
bahkan
mendukung kelaliman
Untuk
membuktikan
keluhuran
budi mereka,
terhadap
setanpun
mereka tak
pernah
berburuk
sangka
Tuhan,
lihatlah
betapa baik
kaum beragama
negeri ini
mereka terus
membuatkanmu
rumah-rumah
mewah
di antara
gedung-gedung kota
hingga di
tengah-tengah sawah
dengan
kubah-kubah megah
dan
menara-menara menjulang
untuk
meneriakkan namaMu
menambah
segan
dan keder
hamba-hamba
kecilMu yang
ingin sowan kepadaMu.
NamaMu
mereka nyanyikan dalam acara
hiburan
hingga pesta agung kenegaraan.
Mereka
merasa begitu dekat denganMu
hingga
masing-masing
merasa
berhak mewakiliMu.
Yang
memiliki kelebihan harta
membuktikan
kedekatannya
dengan harta
yang Engkau
berikan
Yang
memiliki kelebihan kekuasaan
membuktikan
kedekatannya dengan
kekuasaannya
yang Engkau limpahkan.
Yang
memiliki kelebihan ilmu
membuktikan
kedekatannya
dengan ilmu
yang Engkau
karuniakan.
Mereka yang
engkau anugerahi
kekuatan
sering kali bahkan merasa
diri Engkau
sendiri
Mereka bukan
saja ikut
menentukan
ibadah
tetapi juga
menetapkan
siapa ke
sorga siapa ke neraka.
Mereka
sakralkan pendapat mereka
dan mereka
akbarkan
semua yang
mereka lakukan
hingga
takbir
dan ikrar
mereka yang kosong
bagai perut
bedug.
Allah hu
akbar walilla ilham.
Oleh :
A Mustofa Bisri
Subscribe to:
Posts (Atom)